Kamis, 21 Juli 2011

Runtuhnya Kekuasaan Shah dan Timbulnya Revolusi Islam Iran


 Dinasti Pahlevi
Dinasti pahlevi adalah sebuah dinasti atau pemerintahan kekaisaran terakhir di Iran. Dinasti ini berdiri pada 1925 setelah pendiri dinasti ini, Reza Syah Pahlevi, melakukan kudeta kepada raja sebelumnya, Ahmad Shah Qajar, dari dinasti Qajar[1]. Seterlah berkuasanya Shah Reza Palevi[2], maka dimulailah modernisasi di Iran, reza syah membangun dan memodernisasi berbagai aspek kehidupan masyarakat iran, seperti kesehatan, pendidikan,ekonomi, infrastruktur, transportasi dan bidang sosial kebudayaan. Pada masa perang dunia II iran mengalami masalah dengan pihak sekutu, hal ini dikarenakan kedekatan iran dengan pihak jerman, jerman adalah mitra iran dalam mengembangkan moderinisasinya. Dengan kekalahan jerman pada perang dunia II, shah reza pahlevi dipaksa turun dari tahtanya oleh pihak sekutu, dan diangkatlah putranya, Mohammad Reza Pahlevi, sebagai raja iran berikutnya.
Pada masa Mohammad Reza Pahlevi ini, moderinisasi begitu gencar dilaksanakan. Berbeda dengan ayahnya yang berkiblat pada jerman, Muhammad reza pahlevi lebih condong pada Amerika sereikat. Modernisasi yang dilakukanya pun sering kali tidak menghiraukan norma atau aturan agama islam terutama syiah yang menjadi mayoritas di iran, hal ini membuat kebanyakan mullah atau ulama iran menmentangnya. Keputusanya untuk tidak tunduk pada konstitusi walaupun kala itu iran berstatus kerajaan konstitusional, membuatnya banyak di tentang oleh pihak-pihak oposisi dan komunis kiri. Sikap raja pada para lawan politiknyapun sangat keras hal ini karena ia didukung oleh kekuatan militer iran dan dinas polisi rahasia. Karena hal-hal tersebut ditambah maraknya praktik korupsi yang kian merajalela membuat banyak aksi perlawanan timbul di iran, baik yang di pimpin politisi, golongan kiri maupun lpara agamawan syaiah. Puncaknya adalah ketika demonstrasi besar-besaran yang dilakukan masyarakat muslkim berhasil menggulingkan kekuasaan raja di iran dan dimulailah era baru iran sebagai sebuah republik di bawah pimpinan ulama syiah bernama Ayatullah Rohollah Khomieni pada 1979.

REVOLUSI IRAN

Revolusi Iran (juga dikenal dengan sebutan Revolusi Islam Iran), merupakan revolusi yang merubah Iran dari Monarki (kerajaan) di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi, menjadi Republik Islam yang dipimpin oleh Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini pemimpin revolusi dan pendiri Republik Islam Iran[3]. Sering disebut pula “revolusi besar ketiga dalam sejarah,” setelah Revolusi Perancis dan Revolusi Bolshevik.
Berbagai peristiwa 1953 merupakan momenmomen fundamental dalam konstruksi hubungan AS-Iran menggeser kecurigaan rakyat Iran dari poros Anglo – Russia kea rah Amerika. Peristiwa – peristiwa 1979 Mengkristalisasi tradisi ini. Revolusi 1979 mengikat Iran dan AS dalam sebuah hubungan ideologis yang intim, yang ditentukan oleh sebuah pengalaman kolektif bersama yang traumatis. Histeria politik yang menandai berbagai reaksi Britania terhadap Iran pada 1951. Persentuhan Amerika dengan revolusi Iran dan implikasi yang ditimbulkan media massa memastikan kedua belah pihak sama – sama mempertahankan mitologi revolusi masing – masing. Bagi mereka yang menganut ideologi revolusioner iran, Revolusi Islam mengindikasikan pelepasan diri dari masa lalu, yang didefinisikan oleh pemutusan hubungan dengan Amerika serikat. Pemutusan hubungan ini didefinisikan dengan pengambilalihan kedutaan AS pada November 1979. Dan pengambilalihan kekuasaan diinterpretasikan dalam konteks campur tangan asingsepanjang lebih dari 150 tahun dinegara itu, terutama keterlibatan AS dalam penggulingan Moshaddeq pada 1953. Walau pengabil alihan kedutaan itu merupakan sebuah momen menentukan, peristiwa itu tetaplah menjadi sebuah bagian dari proses yang lebih luas dan tidak dianggap sebagai sebuah bagian sebuah bagian penting oleh kaum revolusi Iran. Oleh karenanya, dalam pandangan  revolusioner populer, pemutusan hubungan diploatik antara Iran dan AS dipisahkan dari realitas penyanderaan, dan malah diterjemahkan sebagai sebuah konsekuensi alami darikenyataan bahwa Amerika serikat tidak memahami Revolusi Islam Iran. Oleh karenanya ada sebuah logika revolusioner yang dibangun secara structural dan menjadi letak peristiwa pengambilalihan kedutaan namun dianggap bukan faktor penyebab (Anshari,90:2008)
  
Pada 1975 Shah memulai sebuah periodisasi liberalisasi gradual, bereksperimen dengan diskusi dan debat bebas didalam parameter ketat partai rastakhiz. Ini sebuah aksi basa – basi, lebih merupakan symbol daripada substansi, yang tidak banyak meyakinkan banyak orang dan kemudian dikalahkan oleh keinginan shah untuk mengubah Iran sesuai dengan bayangannya sendiri. Yang paling mengkhawatirkan bagi kaum tradisional adalah keputusannya yang secara tiba –tiba menetapkan kalender kekaisara , dimana rakyat Iran dalam sekejap menemukan diri mereka dalam sebuah penanggalan yang dimulai dimasa kekaisaran Persia (berarti saat itu tahun 2535). Peristiwa ini menegaskan kekhawatiran semakin berkembangnya sifat megalomania shah sebagaimana disebutkan dalam laporan terdahulu. Namun, membiarkan ego sang raja masih lebih baik daripada menentangnya.
Shah pernah diundang ke Washington pada November 1977 (di mana gas air mata yang digunakan untuk membubarkan demonstran membuat Presiden terhina dan para tamu dari Iran menyeka air mata mereka dalam sorotan Televisi), dan kini Carter membalas keramahan itu dengan menghabiskan malam tahun baru di Teheran.
Shah terus memusatkan kekuasaan di tangannya sendiri dan menutup segala peluang untuk perbedaan pendapat, Khomeini yang bicara blak –blakan menjadi kaum oposisi yang mencari arahan dan kepemimpinan setelah dikecewakan oleh kelas politik di dalm negeri. Kemampuan Khomeini menarik kaum tradisionalis dan kaum muda progresif diabaikan oleh Shah, yang tidak mengerti mengapa anakronisme nyata semacam itu dapat menarik kaum muda idealis. Berbagai laporan diplomatic mengindikasikan bahwa sebagian pengamat Barat tidak yakin tentang cap “reaksioner” yang diberikan kepada Khomeini oleh Savak. Namun, Shah memutuskan pada Januari 1978 bahwa sudah waktunya untuk menangani Khomeini. Sebagai balasan atas khotbah terakhir Khoemini, Shah membuat tulisan opini penuh caci maki di surat kabar Persia Etelaat di mana sang Ayatullah yang mulai berumur digambarkan sebagai boneka Britania yang memiliki asal-usul India. Terlepas dari cacian itu, sebagian besar dari tulisan tersebut merupakan sebuah pengulangan kosong mengenai visi imperialnya, yang menbuat banyak orang tidak meragukan sumbernya.
Dilihat secara parsial, artikel opini itu merupakan sebuah tindakan tiada guna.
Artikel ini menyinggung banyak isu Iran tahun 1970-an sehingga memicu gelombang kemarahan dan kemurkaan di kalangan pengikut Ayatullah Khomeini. Sebagian sudah siap untuk momen seperti ini, dan para pengamat mengatakan bahwa kedisiplinan di kalangan “kerumunan” tetap terjaga, dengan sedikit penjarahan secara acak dan pembidikan bangunan-bangunan pemerintah yang spesifik. Demonstrasi dan huru-hara meledak di Qom dan Tabriz, dimana pemerintah tidak siap menghadapinya, dengan mengirim deretan tank bukannya pengendali huru-hara. Konsul Amerika di menceritakan bahwa huru-hara tersebut sebgian besar bermotif religious dengan nyanyian anti monarki dan serangan terhadap para wanita yang berpakaian kurang layak namun tanpa indikasi sentiment anti Barat selain upaya sesaat massa untuk menyerang beberapa hunian Barat. Namun pada awal musim panas, sikap anti-Amerika menjadi bagian esensial dalam strategi oposisi, dengan tujuan menakut-nakuti para pekerja Amerika dan melemahkan apa yang dianggap banyak pihak sebagai tonggak utama rezim monarki.
Walaupun beberapa orang berpendapat bahwa revolusi masih berlangsung, rentang-waktu terjadinya revolusi terjadi pada Januari 1978 dengan demonstrasi besar pertama, dan ditutup dengan disetujuinya konstitusi teokrasi baru – dimana Khomeini menjadi Pemimpin Tertinggi negara – pada Desember 1979. Sebelumnya, Mohammad Reza Pahlavi meninggalkan Iran dan menjalani pengasingan pada Januari 1979 setelah pemogokan dan demonstrasi melumpuhkan negara[4], dan pada 1 Februari 1979 Ayatullah Khomeini kembali ke Teheran dari pengasingannya yang disambut oleh beberapa juta orang Iran.

Kejatuhan terakhir Dinasti Pahlavi segera terjadi setelah1 Februari 1979 dimana Angkatan Bersenjata Iran menyatakan dirinya netral setelah gerilyawan dan pasukan pemberontak mengalahkan tentara yang loyal kepada Shah dalam pertempuran jalanan. Iran secara resmi menjadi Republik Islam pada 1 April 1979 ketika sebagian besar Bangsa Iran menyetujuinya melalui referendum nasional.

Revolusi Iran ini memiliki keunikan tersendiri karena mengejutkan seluruh dunia. Revolusi Iran menghasilan perubahan yang sangat besar dengan kecepatan tinggi ; mengalahkan sebuah rejim, walaupun rejim tersebut dilindungi oleh angkatan bersenjata yang dibiayai besar-besaran dan pasukan keamanan; dan mengganti monarki kuno dengan ajaran teokrasi yang didasarkan atas “Guardianship of the Islamic Jurist” (atau velayat-e faqih). Hasilnya adalah sebuah Republik Islam “yang dibimbing oleh ulama berumur 80 tahun yang diasingkan ke luar negeri dari Qom“.

Revolusi ini terjadi 2 tahap. Tahap pertama bermula pada pertengahan 1977 hingga tahun 1979 yaitu pemberontakan menentang Shah Iran yang dipimpin oleh pihak liberal, golongan haluan kiri dan kaum agama. Tahap kedua kembalinya Ayatollah Khomeini ke Iran dari pengasingannya di Perancis dan menjadi pemimpin Revolusi Iran pada 1 Pebruari 1979[5] .

Penyebab terjadinya Revolusi Iran akibat kesalahan-kesalahan Shah Iran

Kebijakan Shah Iran yang kuat untuk melakukan westernisasi dan kedekatan dengan negara barat (Amerika Serikat) berbenturan dengan identitas Muslim Syi’ah Iran. Hal ini termasuk pengangkatannya oleh Kekuatan Sekutu dan bantuan dari CIA pada 1953 untuk mengembalikannya ke kekuasaan, menggunakan banyak penasihat dan teknisi militer dari Militer Amerika Serikat dan pemberian kekebalan diplomatik kepada mereka, semua hal tersebut membangkitkan nasionalisme Iran, baik dari pihak kaum agama dan maupun sekuler menganggap Shah Iran sebagai boneka barat. (Sumber: Wikipedia).

Pendukung utama revolusi iran ini adalah kaum agamawan muslim terutama mereka yang berasal dari golongan Syi’ah. Kota-kota basis pendukung revolusi ini adalah Teheran, Qom dan Masyhad.
Dampak revolusi iran dalam bidang politik[6] adalah bergantinya bentuk kerrajaan menjadi republik islam dimana terdapat presiden dan jajaranya sebagai kepala pemerintahan, namun juga terdapat dewan ulama yang menjadi semacam atasan badan eksekutif, legislatif, yudikatif maupun angkatan bersenjata. Pada awal revolusi islam dewan ini dipimpin oleh ayatollah rphollah khomeini, sepeninggal beliau, kedudukanya digantikan olerh ayatollah ali khameni. Bentuk pemerintahan seperti ini juga bisa disebut sebagai teokrasi, yaitu dimana tuhan lah yang menjadi pemimpin negara, hanya saja ia diwakili oleh pemuka agama atau pejabat yang memperoleh petunjuk illahi.
Ayatollah adalah gelar peringkat tinggi yang diberikan kepada Dua Belas Ulama Syiah Usuli. Mereka yang membawa gelar tersebut adalah ahli dalam studi Islam seperti hokum, etika, dan filsafat dan biasanya mengajar di seminari Islam. Para ulama peringkat yang lebih rendah berikutnya adalah Hojatoleslam wal-muslemin. Ayatollah adalah sama di peringkat Uskup atau Kardinal dalam Katolik, dan Rabbi Kepala dalam Yudaisme.
Nama "Ayatollah" berasal dari Al-Qur'an di mana manusia juga dapat dianggap sebagai tanda-tanda Allah, terjemahan literal dari judul. 51:20–21 of the Quran states: 51:20-21 dari Quran menyatakan:
“Di bumi adalah tanda-tanda (ayat) untuk kaum yang meyakini, Seperti juga dalam diri Anda sendiri: Apakah kamu tidak melihat?”
Dari sekian banyak ayatollah dikenal sebutan ayatollah utama atau Grand Ayatollah, beberapa nama ayatollah utama yang terkenal antara lain, Ayatollah Rohollah Khomeini, Ayatollah Ali Khameni, dan ayatollah Ali sistani, mereka adalah beberapa nama ulama yang juga menjadi pemimpin spiritual bangsa Iran.








DAFTAR PUSTAKA



Ansari, Ali . 2008 Supremasi Iran : Poros Setan atau Super Power Baru. Jakarta : Zahra
Cahyo, Agus. 2011. Tokoh-Tokoh Dunia yang Paling dimusuhi Amerika dan Sekutunya. Jogjakarta : Diva Press
Fealy, Greg. 2007. Jejak Kafilah : pEngaruh Radikalisme di Indonesia. Bandung : Mizan
Maulan, Mirza. 2007. Mahmoud Ahmadinejad : Singa Persia VS Amerika Serikat. Jogjakarta : Garasi

6 komentar:

  1. CARI REZEKI HARAM JANGAN NGAJAK-NGAJAK ORANG LAIN MAS. CUKUP ANDA SAJA. ALLAH GAK PERNAH NYURUH MENCARI REZEKI DENGAN CUMA BELI TOTO. JADI JANGAN ANDA KAITKAN PEKERJAAN ANDA DENGAN ALLAH. USAHA YANG HALAL MAS.

    BalasHapus
  2. Syukron Atas Infonya mengenai Revolusi Iran



    BalasHapus
  3. YA, btul ngajak cari rezeki HARA, go to HELL. masuk sana , ke neraka

    BalasHapus
  4. satu kata keramat baru.."Raja Dan Rakyat Berpisah Tiada"..patut diterapkan dalam pemerintahan masa kini.Raja adalah pelindung sementara rakyat pendokong ke arah suatu pemerintahan yang baik.

    BalasHapus
  5. Revolusi Iran telah mengubah peta politik dunia

    BalasHapus